Selasa, 29 Oktober 2013

KEBUDAYAAN MELAYU RIAU



Tugas Individual Pengantar Budaya Melayu

KEBUDAYAAN MELAYU RIAU



 

OLEH :
DIAN RIZA PRATIWI
1105111478
DOSEN PEMBIMBING : FAKHRIRAS

KELAS III A
PRODI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU



KATA PENGANTAR
            Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kita kepada Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.
            Tak lupa pula kita haturkan salawat beriring salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita kea lam yang terang benderang seperti sekarang ini dengan ucapan Allahhumma salli’ala sayyidina Muhammad wa’ala ali sayyidina Muhammad.
Sebagai mana kita ketahui bahwa di negara kita (Indonesia) merupakan negara Bhineka tunggal Ika yang kaya akan berbagai macam suku, ras, dan agama. Setiap provinsi di Indonesia memiliki suku dan ras yang berbeda. Hal ini juga menunjukkan bahwa setiapnya terdapat pula adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda. Kebudayaan mencerminkan kehidupan masyarakatnya. Maka dari itu, untuk memahami lebih lanjut, penulis berusaha mengemukakan pendapatnya dalam makalah ini mengenai Pemahaman terhadap suatu kebudayaan khususnya Budaya Melayu Riau di Kabupaten Kepulauan Meranti.”
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pengantar Budaya Melayu di Universitas Riau. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta dorongan dari berbagai pihak, kecil kemungkinan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat.

Semoga pembahasan kami mudah dimengerti oleh pembaca dan semoga makalah ini dapat menambah wawasan pembaca mengenai topik yang sedang dibahas.

Pekanbaru, 05 Oktober 2012

Penyusun


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………   2
Daftar isi …………………………………………………………………………..  3
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang………………………………………………………..    4
B.     Rumusan Masalah……………………………………………………..   5
C.     Tujuan…………………………………………………………………   5
BAB II : PEMBAHASAN
A.       PEMAHAMAN TERHADAP BUDAYA MELAYU ……………..    6
B.       GENERASI MUDA MENANGGAPI BUDAYA MELAYU……..  19
C.       GENERASI MUDA MEMPERTAHANKAN BUDAYA MELAYU…………………………………………………………....    21
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan…………………………………………………………….  23
B.     Saran…………………………………………………………………..   23
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….   24


 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Pada hakikatnya setiap orang berbudaya dan memiliki kebudayaannya sendiri. Di Indonesia sendiri seperti yang kita ketahui memiliki beragam kebudayaan disetiap daerahnya. Setiap orang yang berbudaya pasti menunjukkan siapa jati dirinya bahwa darimana ia berasal. Jelas bahwa budaya menunjukkan siapa seseorang sebenarnya dihadapan orang lain, dan setiapnya memiliki ciri khas masing-masing.
Didalam makalah ini, penulis berusaha menjelaskan mengenai salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia tersebut yakni Kebudayaan Melayu, khususnya budaya Melayu yang ada didaerah Kabupaten Kepulauan Meranti (Selatpanjang). Kabupaten yang terletak pada bagian pesisir timur pulau Sumatera. Batas wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti adalah sebagai berikut :
·         Utara                     : Selat Melaka dan Kabupaten Bengkalis
·         Selatan                  : Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan
·         Barat                     : Kabupaten Bengkalis
·         Timur                     : Kabupaten Karimun dan Provinsi Kepri.
Sebagaimana penjelasan sang pakar budaya Melayu mengatakan bahwa orang Melayu menetapkan identitasnya dengan tiga ciri pokok, yaitu berbahasa Melayu, beradat-istiadat Melayu, dan beragama Islam. Apakah ketiga hal pokok diatas juga terdapat dan tertanam dikehidupan masyarakat didaerah Selatpanjang? Dalam makalah ini, penulis akan mencoba menjawab dan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut.
B.     RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang ada di makalah ini adalah :
a.       Sejauh manakah anda mengenalkan budaya anda sendiri (Kebudayaan Melayu di Selatpanjang)?
b.      Bagaimana tanggapan generasi muda terhadap perkembangan Kebudayaan Melayu khususnya generasi muda di Kabupaten Kep. Meranti?
c.       Bagaimanakah cara generasi muda mempertahankan kebudayaan melayu?

C.     TUJUAN
Tujuan dalam makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mengenai kebudayaannya sendiri khususnya kebudayaan Melayu di Selatpanjang.
2.      Dapat mengetahui dan memahami hal-hal yang berhubungan dengan budaya melayu, seperti: upacara-upacara adat, tarian adat, penggunaan bahasa dan lainnya.
3.      Dapat mengetahui dan memahami bagaimana tanggapan, opini dan pendapat para generasi muda terhadap perkembangan budaya melayu Riau khususnya di Kab. Kep. Meranti.
4.      Mengulas pendapat para generasi muda dan bagaimana cara mempertahankan kecintaan mereka terhadap budaya mereka sendiri

BAB II
PEMBAHASAN
A.  PEMAHAMAN TERHADAP BUDAYA MELAYU
1.      Pengertian Budaya
       Seperti yang dijelaskan diatas sebelumnya bahwa Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri.”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” d Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina.

Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan, yang tercermin pada pola dan gaya hidup masing-masing. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni Koentjaraningrat (1958 : 181).  Berikut merupakan hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan Melayu Riau, khususnya didaerah Selatpanjang:

1.  Sistem Kekerabatan dalam Budaya Melayu Riau.
Dalam hal ini kebudayaan erat hubungannya antara kebudayaan dengan masyarakat dinyatakan dalam kalimat, “masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan  kebudayaan, sehingga tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan. Sebaliknya tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya”. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi Kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat (1980 : 30). Dari beberapa pendapat di atas bisa kita ambil kesimpulan bahwa Kebudayaan adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkat  pengetahuan dan  meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam  pikiran manusia, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan dan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi, sosial, religi, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Pada garis besarnya sistem kekerabatan dalam masyarakat suku-suku bangsa Indonesia memakai sistem kekerabatan bilateral, yaitu sistem kekerabatan yang mendasarkan garis keturunan dari ayah dan garis ibu secara berimbang. Anak-anak yang lahir dapat masuk ke dalam kerabat ayahnya dan kerabat ibunya secara bersama-sama. Sistem inilah yang banyak berlaku pada kebudayaan daerah di Indonesia. Sebagian kecil kebudayaan daerah dalam sistem kekerabatan unilateral matrilineal, yaitu sistem kekerabatan yang hanya berdasarkan garis ibu saja (contoh masyarakat Melayu Riau). Kebudayaan daerah lainnya memakai sistem kekerabatan unilareal patrineal, yaitu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis ayah saja. Lain halnya sistem kekerabatan didaerah Selatpanjang khususnya masyarakat melayu banyak diantaranya menggunakan sistem kekerabatan unilareal patrineal. Berbanding terbalik dengan daerah Riau lainnya yang menggunakan sistem kekerabatan unilateral matrilineal.

2.  Sistem Perkawinan dalam Budaya Melayu Riau.
       Perkawinan merupakan salah satu fase kehidupan manusia yang bernilai sakral dan amat penting. Dibanding dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawian merupakan fase yang sangat penting dan spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan upacara tersebut akan banyak yang tertuju padanya, mulai dari memikirkan proses akad nikah, persiapannya, upacara pada hari pernikahannya, hingga setelah upacara usai digelar.
       Adat pernikahan dalam budaya Melayu Riau terkesan agak rumit karena banyak tahapan yang harus dilalui. Perkawinan dalam pandangan melayu harus mendapat restu dari kedua orang tua serta mendapat pengakuan resmi dari masyarakat. Yang pada dasarnya, Islam juga mengajarkan hal yang demikian. Dalam upacara adat melayu Riau, rangkaian upacara perkawinan dilakukan secara terperinci dan tersusun rapi. Yang mana keseluruhan rangkaian itu wajib dilaksanakan oleh pasangan calon pengantin beserta keluarganya.
       Dalam pandangan budaya melayu, kehadiran keluarga, sedara-mara, tetangga dan masyarakat di majelis perkawinan tujuannya adalah untuk mempererat tali silaturahim dan memberikan kesaksian beserta doa atas perkawinan yang dilangsungkan. Perkawian yang dilakukan tidak berdasarkan adat istiadat melayu setempat ( kab. Kep. Meranti) menyebabkan masyarakat tidak merestuinya. Bahkan akan menimbulkan perkataan-perkataan kurang menyenangkan dari masyarakat, mulai dari dugaan seperti perzinaan dan lain sebagainya. Untuk itulah, perkawinan hendaknya dilakukan menurut adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

-     Proses perkawinan

       Ketika seorang lelaki dan perempuan hendak menikah tentu diawali dengan proses yang panjang. Proses paling awal menuju perkawinan yang dimaksud adalah penentuan siapa jodoh yang cocok untuk dirinya yang mana dalam adat Melayu hal itu disebut dengan merisik atau meninjau. Setelah jodoh yang dipilih itu sesuai, maka dilanjutkan dengan merasi, yaitu proses mencari tahu apakah jodoh yang dipilih itu cocok (serasi) ataukah tidak. Jika kedua tahapan tersebut sudah dilalui dengan baik dan semestinya, maka kemudian dapat dilanjutkan dengan proses melamar, meminang dan bertunangan. Setelah bertunangan, maka proses perkawinan dapat segera dilakukan. Proses-proses tersebut ialah sebagai berikut :

MERISIK ATAU MENINJAU

Yaitu proses dimana salah satu keluarga atau seseorang diutus oleh pihak calon pengantin pria untuk meneliti atau mencari informasi mengenai salah satu keluarga keluarga lain yang mempunyai anak gadis. Tugas yang diamatkan adalah untuk mengetahui apakah anak gadis tersebut dapat dilamar, atau belum mempunyai ikatan dengan orag lain. Selain itu, utusan akan melakukan pembicaraan tentang kemungkinan pihak pria untuk melamar. Utusan tersebut tentunya menanyakan berapa mas kawin/mahar dan persyaratan apa saja yang diminta oleh keluarga wanita. Adat merisik biasanya dilakukan oleh pihak calon pengantin pria, sedangkan adat meninjau dilakukan oleh kedua belah pihak. Kegiatan meninjau dilakukan adalah untuk mengetahui tempat asal calon yang akan dinikahi.
MERASI
Kegiatan merasi untuk saat ini jarang dilakukan oleh masyarakat melayu. Karena pada arti sebenarnya, Merasi adalah kegiatan meramal atau menilik keserasian antara kedua calon pasangan yang dijodohkan. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh seorang perantara seorang ahli yang sudah biasa bertugas melakukan proses perjodohan. Pencari jodoh tersebut akan memberikan pendapatnya apakah pasangan yang dimaksud tersebut serasi atau tidak. Pada masyarakat dahulu, proses ini sangat penting untuk dilakukan karena akan sangat mempengaruhi kehidupan rumah tangga calon pengantin dimasa depan agar tidak terjadi perceraian, musibah dan lain sebagainya.
Namun perlahan-lahan proses itu sudah jarang dilakukan oleh masyarakat melayu khususnya masyarakat di selatpanjang. Semenjak berkembangnya zaman, proses itu ditinggalkan oleh masyarakat setempat. Menurut pendapat yang ada, pada zaman dulu proses itu dilakukan karena dulu tidak adanya proses pacaran antara lelaki dan perempuan yang semestinya sudah mengetahui serasi atau tidaknya hubungan mereka. Namun sekarang istilah pacaran sudah melekat bagi calon pasangan pengantin dan kurangnya kepercayaan tentang musibah, perceraian dan lain sebagainya, sehingga perlahan-lahan proses merasi di Selatpanjang menghilang dengan sendirinya.
MEMINANG
Meminang dalam istilah Melayu sama dengan melamar. Acara ini diselenggarakan pada hari yang telah disepakati bersama, setelah melalui penentuan hari baik menurut perhitungan adat serta orangtua. Pihak keluarga calon pengantin pria yang dipimpin oleh keluarga terdekat akan melaksanakan lamaran secara resmi kepada keluarga calon pengantin wanita. Biasanya acara meminang ini diungkapkan dengan berbalas pantun. Secara tradisi, pihak keluarga pria membawa sejumlah tepak sirih-paling sedikit 5 buah; terdiri dari tepak pembuka kata, tepak merisik, tepak meminang, tepak ikat janji, tepak bertukar tanda dan beberapa tepak pengiring.
BERINAI
Biasanya berlangsung pada suatu hari atau satu malam sebelum acara akad nikah. Melalui serangkaian adat, calon pengantin wanita didudukan di depan pelaminan. Rangkaian acara ber-inai diawali dengan pemasangan inai oleh para tetua-tetua yang ada didaerah setempat, dilanjutkan dengan para sanak keluarga yang ada. Akan tetapi sebelum acara berinai dimulai sebagian dari keluaraga mempelai wanita mengantarkan inai yang telah dibuat kerumah mempelai pria untuk melakukan hal serupa.
Keesokan harinya, dirumah mempelai wanita diadakan upacara beranda, yaitu upacara mencukur bulu halus yang ada di wajah calon pengantin wanita, yang di pimpin oleh mak andam. adapun media untuk berandam adalah :
1. pisau silet
2. kain putih 2 meter
3. kelapa tua
4. jeruk purut
5. telur ayam kampung
6. bunga kenanga dan bunga mawar
7. lilin
Upacara berandam juga dilanjutkan dengan tepuk tepung tawar oleh tetua-tetua wanita yang hadir diacara tersebut. Setelah dilakukan upacara berandam besok hari nya baru dilanjutkan upacara pernikahan yaitu pembacaan ijab kabul.
MENIKAH
Pada hari yang telah ditentukan, calon mempelai pria diantar oleh rombongan keluarga menuju ke tempat kediaman calon pengantin wanita. Biasanya calon mempelai pria berpakaian pakaian adat melayu kurung pengantin layaknya Raja sehari dan memakai tanjak (semacam topi untuk mempelai pria). Kedatangan keluarga mempelai pria sambil membawa mahar atau mas kawin, tepak sirih adat, barang hantaran atau seserahan yang telah disepakati sebelumnya. Selain itu, juga menyertakan barang-barang pengiring lainnya seperti kue-kue dan buah-buahan. Prosesi berikutnya adalah pelaksanaan akad nikah.
Diselatpanjang tepatnya, pelaksanaan akad nikah biasanya dilaksanakan pada malam hari. Setelah rombongan mempelai pria datang beserta rombongan mereka disambut langsung masuk kedalam rumah mempelai wanita. Acara dimulai dengan upacara tukar-menukar tepak sirih dan juga memakan sirih yang disediakan dari masing-masing mempelai. Kemudian dilanjut dengan acara ijab qobul oleh pengantin pria dan upacara tepuk tepung tawar oleh para tetua lelaki maupun perempuan dari pihak mempelai laki-laki dan perempuan. Setelah acara selesai, pengantin pria beserta rombongan kembali lagi ke rumah untuk mempersiapkan acara bersanding keesokan harinya.
BERSANDING
Upacara ini dilaksanakan setelah resmi akad nikah. Prosesi bersanding merupakan acara resmi bagi kedua pengantin akan duduk di atas pelaminan yang sudah dipersiapkan. Terlebih dahulu pengantin wanita didudukan di atas pelaminan, dan menunggu kedatangan pengantin pria. Kehadiran pengantin pria diarak dengan upacara penyambutan dan berbalas pantun.
Rangkaian prosesi bersanding yakni acara penyambutan pengantin pria, Hampang Pintu, Hampang Kipas, dan Tepung Tawar. Kehadiran pengantin pria beserta rombongan pengiring dalam jumlah cukup banyak, terdiri dari :
- Barisan Pulut Kuning beserta hulubalang pemegang tombak kuning.
- Wanita (Ibu) pembawa Tepak Sirih.
- Wanita (Ibu) pembawa beras kuning (Penabur).
- Pengantin pria berpakaian lengkap
- Dua orang pendamping mempelai pria, mengenakan pakaian adat Teluk Belanga.
- Pemegang payung kuning.
- Orang tua mempelai pria.
- Saudara-saudara kandung pengantin pria.
- Kerabat atau sanak famili.
Kedatangan rombongan disambut pencak silat dan Tarian Penyambutan. Di pintu gerbang kediaman mempelai wanita, dilaksanakan ritual saling tukar Tepak Sirih dari kedua pihak keluarga mempelai, sambil berbalas menaburkan beras kuning. Selanjutnyua, dilakukan acara ‘Hempang Pintu’ (berbalas pantun) oleh kedua juru bicara pengantin. Saat itu, pihak keluarga mempelai perempuan telah menghempang kain sebagai ‘penghalang’ didepan pintu tempat upacara. selendang baru akan dibuka setelah pihak mempelai pria terlebih dulu menyerahkan Uncang (kantong pindit) kepada pihak pengantin wanita. Ritual ini disebut sebagai ‘Hempang Pintu’. sesampainya di depan pelaminan, pihak mempelai pria kembali dihadang oleh pihak mempelai wanita. selanjutnu dilaksanakan berbalas pantun, yang intinya pihak pria meminta ijin bersanding dipelaminan bersama pengantin wanita. Setelah menyerahkan uncang (kanong pindit) berisi uang, maka kain penghalang dibuka, dan mempelai pria siap bersanding di pelaminan. Kedua mempelai duduk di pelaminan, selanjutnya dilaksanakan upacara Tepung Tawar.
TEPUK TEPUNG TAWAR
Ritual adat ini merupakan ungkapan rasa syukur dan pemberian doa harapan kepada kedua mempelai, yang dilakukan oleh para sesepuh keluarga dan tokoh adat. Dengan cara menepukan daun-daunan (antara lain daun setawar, sedingin, ganda rusa, sirih, hati-hati, sijuang, dan setetusnya) yang diikat jadi satu dan telah dicelup ke air harum serta beras kunyit sangrai, lalu ditepukan kepada kedua mempelai. Kelengkapan pnabur ini biasanya menggunakan bahan seperti beras basuh, beras putih, beras kunyit, ataupun beras kuning serta bunga rampai. Kesemua bahan ini digunakan tentunya mengandung makna mulia. Sesuai tradisi, sesepuh seusai nmelakukan tepuk tepung tawar akan mendapatkan bingkisan berupa ‘bunga telur’ yakni berupa bunga yang dibuat dari kertas diikatkan pada sebatang lidi yang telah disertai telur diikat benang merah, sebagai ungkapan terimakasih dari pihak pengantin. Namun sesuai perkembangan zaman, ungkapan terimakasih atau souvenir tersebut kini diubah bentuk maupun jenisnya, disesuaikan dengan kemajuan zaman maupun kondisi kelurga mempelai.
MAKAN NASI HADAP-HADAPAN
Upacara ini dilakukan di depan pelaminan. Hidangan yang disajikan untuk upacara ini dibuat dalam kemasan seindah mungkin. Yang boleh menyantap hidangan ini selain kedua mempelai adalah keluarga terdekat dan orang-orang yang dihormati. Dalam upacara ini juga biasanya lazim diadakan upacara pembasuhan tangan pengantin laki-laki oleh pengantin wanita sebagai ungkapan pengabdian seorang istri terhadap suaminya.

BERDIMBAR ATAU MANDI TAMAN
Seusai acara bersanding, keesokan harinya diadakan acara Mandi Berdimbar. Biasanya dilaksanakan pada sore atau malam hari. Mandi Berdimbar ini dilaksanakan di depan halaman rumah yang dipercantik dengan hiasan-hiasan dekoratif khas Melayu. Ritual ‘memandikan’ kedua mempelai ini cukup meriah, karena juga disertai acara saling menyemburkan air. Undangan yang hadir pun bisa ikut basah, karena seusai menyirami pengantin kemudian para undangan biasanya juga akan saling menyiram. Ritual tersebut kini sudah mulai jarang dilakukan.
3.      Sistem Pembagian Warisan Didalam Budaya Melayu
Adat Melayu mengatakan bahwa orang Melayu menetapkan identitasnya dengan tiga ciri pokok, yaitu:
·         Berbahasa Melayu
·         Beradat istiadat Melayu, dan
·         Beragama Islam
Dari ungkapan ketiga hal diatas dapat disimpulkan secara umum bahwa sistem pembagian warisan didalam suku melayu ialah berdasarkan hukum Islam, sebagaimana diutarakan diatas sebelumnya bahwa Budaya Melayu sangat menjunjung tinggi agama Islam. Maka dari itu, sistem pembagian warisan didasari oleh hukum-hukum yang terdapat didalam ajaran Islam. Didaerah selatpanjang juga menerapkan sistem yang demikian.
4.      Bahasa Melayu,  Pakaian Adat, Tarian Melayu Riau Dan Lainnya
·         PAKAIAN ADAT MELAYU
Bagi orang Melayu, pakaian selain berfungsi sebagai penutup aurat dan pelindung tubuh dari panas dan dingin, juga menyerlahkan lambang-lambang. Lambang-lambang itu mewujudkan nilai-nilai terala (luhur) yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Dengan bersebatinya lambang-lambang budaya dengan pakaian, kedudukan dan peran pakaian menjadi sangat mustahak dalam kehidupan orang Melayu. berbagai ketentuan adat mengatur tentang bentuk, corak (motif), warna,             pemakaian, dan penggunaan pakaian. Ketentuan-ketentuan adat itu diberlakukan untuk mendidik dan meningkatkan akhlak orang yang memakainya.
Pakaian Melayu dari ujung kaki sampai ke ujung rambut ada makna dan gunanya. ”Semuanya dikaitkan dengan norma sosial, agama, dan adat-istiadat sehingga pakaian berkembang dengan makna yang beraneka ragam. Makna pakaian melayu juga dikaitkan dengan fungsinya, yaitu pakaian sebagai penutup malu, pakaian sebagai penjemput budi, dan pakaian sebagai penolak bala.
Pada kaum laki-laki terdapat tiga jenis pakaian adat melayu. Pertama, baju melayu cekak musang yang terdiri dari celana, kain dan songkok. Baju ini biasa digunakan pada acara-acara keluarga seperti kenduri.
Kedua baju melayu gunting cina, baju ini biasa digunakan dalam sehari-hari dirumah untuk mengadakan acara yang tak resmi. Dan ketiga, baju melayu teluk belanga, baju ini terdiri dari celana, kain sampin dan penutup kepala atau songkok.
Sedang pakaian kaum perempuan ada dua yaitu pertama baju kurung, yang terdiri atas kain, baju dan selendang. Selendang dipakai dengan lepas di bahu dan biasanya tak melingkar di leher pemakai. Dan kedua, baju kebaya labuh, ynag terdiri atas kain, baju dan selendang.
·         SENI
Songket adalah salah satu kerajinan budaya melayu yang berupa kain tenun yang biasanya dipakai pada acara-acara formal. Songket dapat digunakan oleh wanita maupun pria. untuk membuat songket dibutuhkan alat tenun  yang pada umumnya masih dibuat secara tradisional atau dikerjakan secara manual dengan menggunakan tangan dan kaki.
·         TARIAN 
Menurut wawancara khusus dengan Daryudi (Seorang ahli musik lokal di Medan) Amenyebutkan rentak dibagi dalam:
  • Rentak Langgam, metrik 4/4 dengan kecepatan Andante, contoh lagu Makan Sirih, Kuala Deli, Patah Hati
  • Rentak Inang, metrik 4/4 dengan kecepatan Moderato, sejenis Rumba, contoh lagu Mak Inang Pulau Kampai, Mak Inang Lenggang, Mak Inang Selendang. Seperti diketahui bahwa Inang dalam kerajaan berarti Dayang-dayang
  • Rentak Joget, metrik 2/4, jadi cepat seperti Allegro. Contoh lagu Tanjung Katung, Selayang Pandang
  • Rentak Zapin, metrik 6/8, dengan kecepatan Moderto, dan istilah Zapin diambil dari bahasa Arab yang berarti derap kaki, disini petikan gambus sangat menonjol. Contoh lagu Zapin Sri Gading, Zapin Sayang Serawak.

·         MUSIK

Asal Awal Musik Melayu dari Qasidah dan Gurindam

Dengan melihat ke belakang, awal Musik Melayu berakar dari Qasidah yang berasal sebagai kedatangan dan penyebaran Agama Islam di Nusantara pada tahun 635 - 1600 dari Arab, Gujarat dan Persia, sifatnya pembacaan syair dan kemudian dinyanyikan. Oleh sebab itu, awalnya syair yang dipakai adalah semula dari Gurindam yang dinyanyikan, dan secara berangsur kemudian dipakai juga untuk mengiringi tarian.
Pada waktu sejak dibuka Terusan Suez terjadi arus migrasi orang Arab dan Mesir masuk Hindia Belanda tahun 1870 hingga setelah 1888, mereka membawa alat musik dan bermain musik Gambus. Pengaruh ini juga bercampur dengan musik tradisional dengan syair Gurindam dan alat musik tradisional lokal seperti gong, serunai, dlsb.
Kemudian sekitar tahun 1940 lahir Musik Melayu Deli, tentu saja gaya permainan musik ini sudah jauh berbeda dengan asalnya sebagai Qasidah, karena perkembangan masa ini tidak hanya menyanyikan syair Gurindam, tetapi sudah jauh berkembang sebagai musik hiburan nyanyian dan pengiring tarian khas Orang Melayu pesisir timur Sumatera dan Semenanjung Malaysia.

·         Bahasa Melayu Riau
Dapat dikatakan bahwa bahasa Melayu Riau memang masih jauh dari ancaman kematian atau kepunahan. Bahasa Melayu Riau masih digunakan secara lisan ataupun tulis, baik dengan aksara Latin maupun dengan aksara Arab Melayu. Tradisi tulis juga telah menghasilkan naskah yang kaya, baik yang bersifat sastra maupun nonsastra, yang merupakan dokumentasi yang dapat dijadikan rujukan. Selain itu, jumlah penutur yang tergolong besar agaknya juga tidak menyusut drastis dalam hitungan 100 tahun. Apalagi pada praktiknya, penggunaan bahasa Melayu Riau menjadi suatu kewajiban untuk keperluan-keperluan tertentu, terutama dalam upacara-upacara adat.
Keadaan dan masalah yang dihadapi bahasa Melayu Riau dewasa ini sudah banyak diungkapkan dalam berbagai diskusi, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, di forum akademik maupun nonakademik. Di satu sisi, dari waktu ke waktu muncul keprihatinan (baik dari pakar, pemerhati, maupun pecinta bahasa Melayu) akan menyusutnya jumlah penutur dan pemakaian bahasa Melayu Riau serta menyurutnya minat masyarakat mempelajari bahasa Melayu Riau. Salah satu penyebab “terpinggirkannya” bahasa Melayu dalam “pergaulan keseharian” masyarakat Melayu Riau, terutama generasi mudanya, adalah kekurangmampuan bahasa Melayu Riau untuk memenuhi kebutuhan penuturnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dengan kondisi seperti itu ada kecenderungan penutur “lari” ke bahasa lain, biasanya bahasa kedua (bahasa Indonesia), sebagai wahana penyampai gagasan yang memungkinkan komunikasi berjalan lebih lancar. Jika bahasa kedua yang dipilih adalah bahasa yang lebih dominan —misalnya, jumlah penuturnya lebih besar atau fungsi pemakaiannya lebih luas—pergeseran itu dapat berlangsung sangat intens. Dalam banyak kasus kematian bahasa, dominasi bahasa besar menjadi faktor penting.

5.      PANTANG LARANG DALAM BUDAYA MELAYU

Pantang Larang Orang Melayu Tradisional

Pantang Larang Orang Melayu Tradisional merupakan kepercayaan masyarakat Melayu zaman lampau berkaitan dengan adat dan budaya warisan nenek moyang. Kebanyakan adalah bertujuan untuk mendidik masyarakat agar mengamalkan nilai-nilai murni dalam kehidupan. Apa yang disebut bukan untuk dipercayai tetapi untuk dihayati mesej yang tersembunyi di sebalik  pantang larang yang telah diperturunkan secara lisan sejak zaman berzaman. 

 Pantang Larang Wanita Hamil
1.      Dilarang bergaduh dengan ibu mertua, dikhuatiri mengalami kesulitan ketika melahirkan anak.
2.      Dilarang makan sotong, dikhuatiri menghadapi masalah ketika bersalin. Anak mungkin tercerut tali pusatnya.
3.      Dilarang mencerca atau melihat sesuatu yang ganjil, dikhawatrikan akan kenan.
Pantang Larang Ke Atas Lelaki
1.Dilarang bersiul dalam rumah, nanti ular masuk.
2.Dilarang mengintai orang mandi, nanti mata ketumbit.
3.Dilarang ketawa waktu Maghrib, nanti datang hantu.
Pantang Larang Bayi
1.      Bayi tak boleh ditegur jika badan gemuk, cuma katakan ‘semangat’ kerana ditakuti menjadi kurus.
2.      Dilarang memicit mulutnya, nanti tiada selera makan.
3.      Kain lampin tak boleh direndam, nanti kembung perut.
Pantang Larang Ketika Makan
1.      Makan pisang kembar, akan beranak kembar.
2.      Makan sisa anak, anak akan degil.
3.      Makan dalam pinggan sumbing, dapat anak bibir sumbing.
Pantang Larang Ke Atas Perempuan
1.      Dilarang menyanyi di dapur, nanti kahwin orang tua.
2.      Pantang bangun lewat, nanti sukar mendapat jodoh.
3.      Dilarang bercakap dalam tandas, nanti mata ketumbit

B.     GENERASI MUDA MENANGGAPI KEBUDAYAAN MELAYU

“Generasi muda adalah generasi yang diharapkan.”
 
Kalau boleh dikatakan secara gamblang atau terbuka, sebagian generasi muda mencintai kebudayaannya dan sebagian lagi acuh terhadap perkembangan kebudayaannya sendiri. Ungkapan diatas sebenarnya mencerminkan bagaimana seharusnya sikap seseorang terhadap diri dan lingkungannya (termasuk budaya). Sebagai generasi penerus mereka berkewajiban setidaknya mengenali dan memahami kebudayaannya masing-masing, terutama generasi muda melayu Riau.
Jika ditinjau lebih spesifik lagi, kita mencoba melihat generasi muda yang berada di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Merant. Untuk saat ini merekaa cukup baik mengenal, memahami dan mempertahankan kebudayaan Melayu khususnya. Sebagian dari mereka masih mengetahui bagaimana cara berpantun, bersajak, membaca gurindam, bersyair, menyanyi lagu melayu, bermain alat musik melayu seperti gambus dan lain sebagainya.
Tidak itu saja, bahasa melayu yang menjadi bahasa dominan disana pun sampai sekarang masih terus dipakai baik disekolah, dipasar, bahkan dipemerintahan. Mengapa demikian? Hal ini tentu saja karena hampir 90% penduduk disana merupakan keturunan melayu sedangkan sisanya merupakan suku pendatang seperti suku tionghoa, suku minang dan batak. Namun hal itu tidak mudah, karena setidaknya bahasa cina, minang dan batak sedikit banyaknya mempengaruhi penggunaan bahasa disana. Meskipun demikian, generasi muda disana masih mempertahankan kebudayaan Melayu yang merupakan budaya paling dominan disana.
Kepedulian mereka generasi muda masih bisa dilihat dengan besarnya partisipasi mereka dalam melestarikan kebudayaan Melayu. Mereka senantiasa ikut berpastisipasi dalam kontes ataupun perlombaan yang diadakan di kota Selatpanjang tersebut. Sebut saja acara kemeriahan ajang melestarikan budaya Melayu seperti kontes menyanyi lagu melayu, gurindam, sajak, bersyair, tarian serampang dua belas dan lain sebagainya. Besarnya minat yang ikut serta dalam acara tersebut seperti anak-anak sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA dan ikut berpastisipasinya masyarakat untuk menyaksiakan langsung acara tersebut membuktikan bahwa secara tidak langsung generasi tua dan muda bekerja sama dalam hal melestarikan kebudayaan Melayu khususnya. Tidak hanya Melayu saja, penulis yakin setiap budaya lainnya juga melakukan hal yang sama dalam mempertahankan keaslian budaya masing-masing.
Hal ini tentu tidak mudah karena pengaruh luar dan dampak globalisasi juga melanda generasi muda di Selatpanjang. Namun penulis percaya bahwa generasi muda juga bisa memilah-milih pengaruh asing yang masuk kedalam kebudayaannya. Bahkan jika dimanfaatkan kedalam hal positif, pengaruh asing dan globalisasi tersebut juga memberikan manfaat yang baik pula nantinya terhadap kebudayaan asli penduduk setempat.
Dengan demikian, setiap orang memiliki caranya tersendiri untuk melestarikan kebudayaan yang mereka miliki. Bahkan setiap orang lebih akan maju dengan budayanya jika dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. 

C.    GENERASI MUDA MEMPERTAHANKAN BUDAYA MELAYU

“Perubahan bukan dimulai dari masa, tapi dimulai dari segelintir orang, yaitu anak-anak muda yang menamakan dirinya sebagai agen of change atau agen perubahan.”

Mungkin ungkapan diatas cukup sesuai jika diutarakan kepada generasi muda sekarang. Bahwasanya dizaman sekarang, sebagian orang melupakan jati dirinya sebagai seorang yang berbudaya. Masuknya pengaruh budaya asing dari luar tanpa adanya proses filter yang baik mengakibatkan sebagian orang lupa akan kebudayaannya sendiri. Hal itu merupakan salah satu faktor mengapa kebudayaan asli sulit untuk dipertahankan.
Permasalahannya sekarang adalah apakah generasi muda dapat mempertahankan kebudayaan asli mereka (disini:_budaya melayu) meskipun menghadapi pengaruh globalisasi yang sedang marak-maraknya saat ini? Jawaban dari pertanyaan tersebut akan terjawab jika generasi muda setidaknya ada rasa bangga dan cinta kepada kebudayaan mereka sendiri. Jika mereka sudah ada rasa banga makan dengan mudahnya mereka akan melestarikan budaya yang mereka miliki.
Tidak itu saja, faktor lingkungan menjadi salah satu faktor penting untuk mereka generasi muda melestarikan kebudayaannya. Mengapa demikian? Kita dapat mengambil contoh, di sekolah misalnya. Sekolah menjadi salah satu wadah yang cukup menguntungkan bagi generasi muda mengetahui, mempelajari dan melestarikan kebudayaannya. Sekolah tentu saja mengenalkan budaya yang sesuai dengan tempat tinggalnya. Misalkan di Selatpanjang, budaya yang dominan disana adalah budaya Melayu. Sekolah berusaha mengenalkan budaya melayu kepada siswa-siswanya dengan cara memberikan pelajaran khusus mengenai budaya melayu. Selain itu, setiap sekolah memiliki wadah ekstrakurikuler yang mengedepankan budaya melayu, misalnya adanya sanggar yang didalamnya terdapat orang-orang yang dikenalkan dan diterjunkan langsung untuk mengetahui dan melestarikan kebudayaan melayu, seperti: tarian, nyanyian, musik, pantun, puisi, teater dan lain sebagainya. Disana mereka secara tidak langusng diperkenalkan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan melayu, Hal ini membuktikan bahwa lingkungan juga mengambil peranan penting terhadap eksisnya sebuah budaya atau tidak.
Sekarang jelaslah bahwa generasi muda siap menjaga, melestarikan dan mempertahankan kebudayaan (budaya melayu) dengan memaksimalkan faktor-faktor pendukung yang disebutkan diatas. Tentunya hal ini tidak mudah, karena banyak rintangan dan penghalang yang masih berada diluar sana, contohnya adalah pengaruh Globalisasi yang terus-menerus berkembang dikalangan anak-anak hingga dewasa. Kuncinya adalah sejak dini seseorang harus menanamkan rasa hormat, bangga dan cintanya terhadap kebudayaannya sendiri. Hal itu sudah menjadi semangat bagi generasi tua yang begitu mengharapkan kebudayaan yang sempat mereka jaga akan diteruskan oleh generasi muda berikutnya. 

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah sejauh mana pengetahuan seseorang terhadap kebudayaannya sendiri dipengaruhi oleh berberapa hal dan salah satunya adalah dirinya sendiri. Besar atau kecilnya nya rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya itulah yang nantinya mencerminkan bahwa sejauh mana seseorang mengenali budayanya sendiri. Jika semakin kecil rasa kecintaannya maka jelaslah seseorang tersebut belum terlalu dekat dengan budaya sukunya sendiri, begitu juga sebaliknya.
Mengenali budaya sendiri khususnya melayu merupakan sebuah keharusan baginya yang mengaku melayu. Sedikit banyaknya pengetahuan kita mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan budaya melayu menjadikan kita secara tidak langsung mempelajari budaya itu sendiri. Seperti yang dikatakan para pakar bahwa seseorang yang mengaku melayu jikalau ia: 1. Berbahasa melayu, 2. Beradat-istiadat Melayu dan 3. Beragama Islam. Maka dari itu, ketiga hal inilah menjadi patokan ataupun barometer sejauh mana kita sudah menjadi bagian dari budaya itu sendiri khususnya budaya melayu.

B.     SARAN

Penulis merekomendasikan pada semua lapisan masyarakat agar lebih memahami nilai-nilai yang terkandung didalam setiap kebudayaan masing-masing (disini:_budaya melayu riau). Semua orang pasti memiliki cara pandang yang berbeda-beda untuk mendeskripsikan bentuk kebudayaannya. Dan setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mempertahankan dan memajukan kebudayaannya sendiri. Sebagai seorang melayu hendaknya lebih mengedepankan kembali apa-apa saja yang berkaitan dengan kebudayaan melayu, termasuk menanamkan diri sendiri rasa bangga dan cinta kepada budaya melayu itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA


1 komentar:

  1. bagus terus kembangkan budayanya
    SEPAKAT
    #SALAM PENGABDIAN FKIP UR

    BalasHapus